Jumat, 03 Mei 2013

[fanfiction]Revenge Is Best Served Hot

Title     : Revenge Is Best Served Hot!
Author : Primadonna Angela
Edit     : Baekcho0n
Genre  : Romance,Comedy
Length : 3000 words/7 page
Cast    :
-          Vella as Kim Seoyeon
-          Gavin as Oh sehun
-          Park Chanyeol (OC)

Sebelumnya maaf untuk penulis sebenarnya,bukan niat saya untuk menjiplak karya anda.namun saya terlalu suka dgn karya anda sehingga saya ingin membuat orang lain merasakannya juga.Namun saya mengubah beberapa nama dan kata dalam cerita ini.saya bukan bermaksud lancang atau apa,namun saya hanya ingin membuat karya ini mirip dengan fanfiction.
Sekali lagi maaf dan terimakasih.
_Baekcho0n_


Sebenernya aye ragu bwat ngeshare cerita ini. Tapi apa boleh dibuat?cerita sudah diketik.syp yg mau baca coba. Mending dishare. Mau dpt bash gua kgk peduli.gua capek nulis tauu.ok sekian basa basi saya.sekali lagi saya umumkan,terserah kalian mau blg saya ini plagiat atau melanggar pasal atau apalah.terserah.toh Negara ini sudah penuh dgn keplagiatan dan ke-ilegalitas yang tinggi.

_Full Of Yunhi POV_
TIK-TOK-TIK-TOK. Ah jamku. Mengingatkanku lagi akan detik-detiknya, betapa tepat waktunya aku. Malah sebenarnya aku datang sebelum waktu yang dijanjikan. Tapi namja yang kutunggu belum juga datang.
                Kulirik pelayan terdekat. Ia yang tadinya terlihat sedang menatapku dengan sedikit ternganga tiba-tiba menjadi sibuk membersihkan celemek dan lengan bajunya. Padahal setitik remahpun tak ada disana. Aku mendengus sebal sambil memegangi jamku. Masa aku harus menyetel alarmnya  biar berbunyi nyaring, untuk mendapat perhatian disini? Atau melemparkannya kedahi  si pelayan yang tampak begitu mengkilat? Uuh, gak usah deh! Saying kan nanti jamku rusak.
                Agaknya pelayan itu dapat membaca pikiranku. Tatapannya terlihat cemas saat akhirnya ia mendekat. Itupun dengan takut-takut, seakan setiap saat aku bisa mengeluarkan ular kobra sejumlah235 ekor dari balik jaket yang dapat mematuknya dalam waktu yang sangat singkat. Kalau memang ini yang ia pikirkan, tidak sepenuhnya salah. Karena kekesalan yang kupendam, kalau kukampiaskan, mungkin lebih mengerikan dibandingkan dipatuk ratusan ular.
                Kuketuk-ketuk meja dengan jemariku. Tidak sabar, kenapa sih pelayan ini diam saja? Ngasih menu kek, nanyain kabar, ngucapin selamat sore dengan manis atau apa. Memangnya enak, dianggurin.
                Pelayan itu masih saja menatapku dengan takjub. Tapi agaknya ia lebih terpesona pada sahabat setiaku, sang jam beker peninggalan kakek. Bunyi tik-toknya masih jernih. Bentuknya masih terlihat kokoh. Bergantian ia menatapi kami berdua. Seakan ia melihat Tyrannosaurus Rex berjalan-jalan ditaman kota dengan santainya. Apa anehnya sih? Kayak nggak pernah ngliat orang jalan-jalan bawa beker antic aja.
“Eee… mbak, itu…”pelayan itu menunjuk jam yang berwarnakeperakan itu dengan ragu.
Aku meloto kearahnya. Pelayan itu mengerut. Aku dapat membaca pikirannya. Pasti ia berpikir aku medusa. Saying baginya aku bukan! Kalau benar begitu, ia akan berubah jadi batudan terbebas dari malapetaka yang akan ia lami… selama ia tetap bertingkah menyebalkan seperti ini!
“Apa?” sergahku dengan kejam yang membuatnya mengempis sempurnaseperti balon yang pecah ditusuk jarum.
“Mmm… itu jam, kan?”
“bukan, ini sapu !” aku merespon dengan sebal.
“Ya iyalah! Ini jam! Hanya ini yang ingin kamu tanyakan?”
Aku ingin menmbahkan kata-kata yang memberikan efek mengerikan, tapi kemudian menahan diri. Akan kusimpan semua kata itu untuk orang lain- yang lebih berhak menerimanya!
                Pelayan itu terlihat semakin tidak nyaman. Aku mulai curiga ada ratusan ribu kecoak merambat didalam celananya dan ia tdk dapat mengeluh karena:
  1. Takut dipecat,
  2. Takut pengunjung café yang lain pada kabur,
  3. Dia salah satu kontestant fear factor
  4. Dia masokis yang sengaja disewa pemilik café untuk mengganggu kenyamanan pengunjung café seperti aku, atau malah…
  5. Semua jawaban benar.
“menunya dong!” dengusku sambil mengusir kesebalan yang mulai merajai diriku. Kalau aku mesin,mugkin aku sudah meletup karena overheated. Kalau aku keran, mungkin airnya sudah muncrat sampai Alaska karena tidak tahan menahan aliran emosi.
“Hah?” pelayan itu malah cengo.
“Duileeeh! Menu! Daftar menu!! Apa perlu dieja? Oke deh, nggak masalah! Dari kecil aku juga selalu menang lomba mengeja. D-A-F-T-A-R… ya, DAFTAR! Terus M-E-N-U! Daftar menu! Ngerti? Itu tuh, daftar dalam kertas berisi makanan dan minuman yang tersedia disini! Udah paham sekarang?”
“Ne agashi,saya kan belum budek…..” pelayan itu mengeloyor pergi.
“yaelah! Kok malah pergi!” dumelku, benar-benar berpikir untuk melempar sesuatu kearah pelayan sableng. Mungkin vasa dimeja bisa juga digunakan atau mejanya sekalian.
“kan tadi lupa bawa menunya” pelayan itu bisa-bisanya mengelak. Sejenak aku ingin mengeluarkan kata-kata makian, tapi kutahan. Sama saja seperti melawan api dengan api.
                Tak berapa lama ia memberikan daftar menu. Aku menyernyitkan hidung melihatnya. Begitu lecek dan dekil. Seperti sudahdicelupkan dalam comberan bertahun tahun kemudian dikeringkan dengan disetrika. Jadinya melengkung-lengkung nggak jelas. Curiga, aku mengendus-endus. Untunglah tidak ada bau yang mencurigakan. Kalau ada awas saja! Alamat bakl hancur deh ni café.
                Tetap saja aku menggunak tissue untuk membolak balik menu itu. Aku tidak mau ambil resiko terkena penyakit kulit atau sebangsanya. Masih mending aku Cuma panuan atau korengan biasa. Gimana kalau kena demam berdarah? Dan jangan beranggapan kalau aku ini berlebihan. Mungkin saja kan, ada percikan darah yang terinfeksi virus DB somewhere di menu sialan ini. Kalau aku menyentuhnya dengan  tangan telanjang, siapa menjamin tidak ada bekas luka atau apa hingga aku dapat terkena DB juga.
Aku sudah berlaku cukup sopan dengan menggunakan tissue , maksudku. Kalau mendengar kata hati sih, aku ingin memakai sarung tangab karet yang selalu kubawa-bawa. Sepeti yang dipakai dokter bedah. Terjamin kesterilannnya. Tapi kalau aku pakai, sama saja aku menuduh café ini sama dengan markas kuman! Begini-begini aku masih punya tenggang rasa lho.
                “pesan lemon tea-nya satu! Gulanya harus pas lima gram. Jus lemonnya cukup 25 ml,sekitar lima sendok makan. Lima sendok makan biasa ya, catet! Bukan sendok makan versi dokter yang isinya 15 ml! sisanya the yang harus diseduh dengan air yang benar benar mendidih.biarkan minimal 2 menit biar kumannya mati! Jangan air asal comot dari dispenser,rasanya beda!”
Pelayan itu masih bengong. Jadi kuulangi pesananku. Ia baru mencatat dengan kecepatan yang takkan dapat mengalahkan kura-kura berlari marathon.
                Aku mulai mempertimbangkan karier sebagai perakit bom. Kayaknya asyik kalau targetnya si pelayan lelet ini.
“mbak… itu bukan bom kan?” Tanya pelayan itu lagi.
Aku mengejutkannya dengan tertawa. Andai saja begitu pikirku.
“kalau memang saya bawa bom, ditaronya disini dong. Masa dalam jam” ujarku bercanda sambil meninjuk traveling bag hitam yang penuh dengan barang yang dapat membuat lima orang bertahan hidup di satu pulau terpencil. Aku memang selalu membawa survival-kit ku kemana-mana. Kita tidak tau kan, kapan kita memerlukannya?

Kali ini sipelayan menatap tasku dengan perasaan ngeri.
“just kidding! Gimana sih? Diajak serius susah. Diajak canda nggak bisa!” aku manyun. Sedikit lega, pelayan itu berusaha tertawa. Kemampuan aktingnya akan membuat nya mendapat piala Oscar untuk kategori “acting paling tidak natural”. Mungkin dia akan lebih baik kalau harus beracting sebagai kerikil dipinggir jalan, tinggal pake kostum abu-abu bluwek, jadi deh.
                Pelayan itu berlalu dengan buru buru. Kulirik jamku. Sehun sudah terlambat Sembilan menit lewat dua puluh Sembilan detik.
Tak lama kemudian pelayan itu kembali membawakan pesananku. Takut salah, ia tergopoh-gopoh membawa satu poci kecil berisi the, satu gelas mungil berisi cairan yang agaknya merupakan lemon juice, satu container mungil berisi gula, satu cangkir dan tatakannya, serta sebuah sendok stainless steel mungil.
“benar ini dari air mendidih?” tanyaku dengan alis mengkerut.
“ne, agashi…”
“mendidihnya lebih dari dua menit?”
“ne,jeongmal ”
“kok bisa cepet sih? Bohong kali!” tuduhku tak berperasaan.
“ne,agashi. Tadi kebetulan didapur ada yang masak air. Kalau anda tidak percaya, banyak saksi matanya kok!”
Aku masih memberikan tatapan yang dapat menghipnotis ular kobra, lalu memutuskan untuk mempercayainya. Setidaknya, kalau aku nanti mengalami masalag pencernaan, aku tahu siapa yang akan kutuntut!
                Ia terlihat kaget saat aku mengeluarkan satu gelas ukur,sendok makan, dan timbangan mungil dari dalam tasku, aku semakin dongkol dibuatnya.
Benar benat tidak professional deh. Dimana-mana pelanggan raja kan? (dalam hal ini, aku ya ratu) berhak dong aku berbuat sesukaku? Lagi pula, mana bisa aku percaya pada peranti ditempat yang tidak familier denganku? Belum tentu ukurannya sesuai standar internasional. Juga, belum tentu higienis!
                Setelah meracik lemon tea sesuai dengan yang kuinginkan, aku mulai memikirkan kata-kata apa yang akan kugunakan untuk menyemprot Sehun nanti. Bisa-bisanya dia membuatku menunggu selama ini! Padahal rekor terlamanya sebelum ini Cuma enam menit tujuh belas detik. Sang pelayan kayaknya mafhum akan suasana hatiku yang jauh dari riang. Dia buru-buru menyingkir. Mungkin dia penasaran ingin tahu apasaja yang aku bawa. Bisa jadi dia berasumsi dalam tasku ada dinamit.atau mayat yang dipotong-potong. Ekspresinya kayak menonton film horror begitu sih.
                Wajah yang sangat familiar itu ahirnya nongol juga. Sehun nae namja chingu, namja yang kucintai setengah mati. Rambutnya yang agak cepak dirapika terus dengan jarinya. Tanda bahwa ada sesuatu yang tidak beres.
“mian” ujar Sehun saat duduk didepanku.
Aku menyeruput lemon teaku, menunggu.
Jamku berdetak-detak terus dimeja. Sehun menatapnya dengan tatapan yang tak dapat kuartikan.
“haruskah kamu bawa jam itu kemana-mana?” tanyanya tanpa mampu menyembunyikan rasa kesal.
“aneh” kuseruput tehku dengan keanggunan aristocrat.
“perasaan, harusnya aku yang punya alas an kuat untuk kesal disini” kutatap ia dengan menaikkan sebelah alis. Setelah ada jeda yang menutku perlu, aku menambahkannya dengan santai
“bukan kamu” Sehun tampak tidak senang.
“aku kan Cuma terlambat sebentar chagi-ya. Masa hal begitu saja diributkan”
“sebentar katamu” nada suaraku mulai meninggi Dua oktaf. “kamu sudah terlambat duabelas menit empat belas detik. Pemborosan waktu!”
“ya ampu, dua belas menit saja kok diributkan, tadi aku ada urusan sebentar”
Begitulan Sehun. Paling pintar mencari alas an yang jenius.
“urusan apa? Menyelamatkan jiwa orang lain? Ada yang kecelakaan jadi kamu antar dia kerumah sakit? Yang jelas dong kalo ngomong! Lagian kan, kamu bisa menelpon dulu, bilang bakal terlambat kek. Kamu kan tau aku paling tidak suka disuruh menunggu!”
“jangan berlebihan gitu dong. Kamu itu, dikit-dikit dihebohkan. Ya pokoknya tadi ada masalah sebentar, jadi aku terlambat dan nggak mungin nelpon ”
“kenapa nggak mungkin?” aku terus mencecar. Melihat Sehun yang mengerjap lebih banyak daripada biasanya aku tahu dia sedang gugup luar biasa. Aku malah jadi ingin terus menyemprotnya.
“apa baterai ponselmu habis gitu? Atau kamu lupa bawa ponsel? Atau nggak ada signalnya? Alas an basi apa yang kamu mau kasih ke aku sekarang oppa?”
“berhenti dulu kenapa sih? Aku capek! Baru datang sudah dicerca. Aku nggak tahan lagi mendengar omelanmu, Yunhi! Kamu terlalu terobsesi oleh waktu. Dan jam itu. Aku sungguh jengkel melihatnya!”
Hening sejenak. Dalam benakku aku mengasah pisau dan kapak peperangan.
“kita sebaiknya jangan bertemu dulu. Mungkin dengan begitu kita punya waktu untuk ngintriospeksi diri” Sehun terdengar begitu bijaksana. Sekaligus palsu. Aku tahu betul jarinya disapukan kehidung. Sehun selalu berbuat begitu kalau sedang bohong. Men! They thought they could lie to you and get away with it.
“oh, begitu” dengan tenang aku menatapnya.
“bukan karena si cantik Seoyeon yang kamu gandeng kemarin?” nada suaraku kembali wajar. Aku bangga pada diriku sendiri. Ternyata aku cukup ahli berseni peran.
                Sehun terpojok. Tapi tikus yang disudut juga akan melawan dengan sekuat tenaga.
“memang aku nggak boleh jalan sama tetangga sendiri?” nada defensive. Kedua tangan disilangkan, tatapan tajam. Aku Cuma bisa tertawa geli melihatnya. Sehun selalu merasa dirinya cerdas. Dia piker semua tingkah lakunya tidak akan terbaca. TEEET! Salah besar!
“oh, boleh saja. Tapi kalau sampai berpelukan dan berciuman apa benar itu Cuma jalan bareng biasa?” mataku mengerling, seakan tidak merasa apapun kecuali perasaan geli. Senyumku mengagumkan. Asli tidak dibuat-buat.
                Aku herab. Heran seheran-herannya pada diriku sendiri. Dalam hati aku mulai menangis dan menulis scenario melibatkan sehun dan seoyeon yang mengalami 79 kejadian mengenaskan sebelum akhirnya hidup dalam keputusasaan berkepanjangna, tapi aku dapat berbicara dengan tenang. Seakan-akan aku sedang menonton hidup orang lain di TV saja.
“Neo…. Kamu lihat?” Sehun terbata-bata. Hilang sudah wajah kalemnya. Sekarang sehun tampak bagaikan bebek kehilangan induk yang dicampakan ditengah gurun sahara.
“bego banget sih jadi orang. Ya iyalah. Makannya kalau jalan bareng yeoja cantik, jangan lupa tengok kiri-kanan. Mungkim kamu akan melihat yeoja-yeoja lain yang pernah kamu kencani sebelumnya.” Aku menaikan sebelah alis.
“aku bisa menjelaskannya. Yunhi, semua itu tidak seperti yang kamu duga.” Sehun masih juga berusaha membela diri.
“jadi seperti apa dong ceritanya?” tanyaku, berusaha menahan kedongkolan didada.
“apa dia mau ikut audisi sinetron dan kamu pura-pura jadi pacarnya? Atau dia mendadak ingin tahu rasanya dipeluk dicium, dan kamu, sebagain namja gallant,” aku memberikan penekanan kuat pada kata gallant, “berusaha membahagiakannya dengan mengikuti keinginannya? Atau karena dia akan tewas karena penyakit keras sseperti dalam cerita-cerita, leukemia atau kanker apallah, dan dia akhirnya sadar mencintaimu, jadi kamu kasihan dan berusaha memberinya kenangan terindah sebelum diaa pergi? Apa seperti itu, hah?”
“kamu terlalu berlebihan, Yunhi-ya! Sama sekali tidak sedramatis itu!”
“ah, masa? Jadi apa dong? Biar aku tebak! Mungkin orang tuanya atau aus=daranya atau tetangga atau kucing peliharaanya meninggal dan dia sedih jadi kamu menawarkan dirimu untuk dipeluk sebagai pengk=hiburan? Basi tau! Basiiii! Kalian berdua senyam-senyum melulu, serasa didunia  ini hanya ada kalian berdua, yang lain tidak kasat mata!” Sehun tampak terpuruk., tidak tau harus membalas seperti apa.penuh cela aku menambahkan
“Sehun-ah, aku heran pada dirimu. Kamu piker aku tidak pernah tahu semua ini? Atau kamu piker aku akan memaafkanmu begitu saja? Dunia tidak sesederhana itun man.” Aku mulai kehilangan kendali.kupejamkan mata. Pantai, ya, ya, bagus. Aku berjalan, menatap mataharu yang mulai tenggelam. Aroma laut yang khas. Pantai putih halus yang terasa lembut dikakiku. Ombak berdebur yang begitu terasa nyaman bagiku. Dan air mata mulai berlinang, mendesak untuk keluar.
TIDAK! Aku harus tegar. Tidak cengeng. Tak pantas menangisi Sehun, namja yang sama sekali tidak menghargaiku. Kelopak mataku terbuka. Sehun telah sangat pucat sekarang.
“kalau kamu nggak tau mau ngomong apa sekarang, tidak apa-apa. Tetaplah duduk, dan pesan kopi. Oh, mungkin orange juice saja, bukannya itu yang kamu pesan bersama seoyeon saat kalian berkencan?”
                Sehun tampak benar-benar malu. Aku yakin dia merasa sangat bersalah. Tapi pepat dihatiku belum hilang juga.
“Changi-ya, mianhae. Tapi….” Sehun menatap penuh kesedihan kearah jam yang selalu kubawa-bawa. “aku tidak dapat mempunyai yeoja chingu yang terlalu terobsesi akan waktu.”
“dan aku juga tidak dapat memiliki kekasih yang tidak dapat menghargai waktu. Juga yeoja. Aku mungkin gila bertahan denganmu selama ini” nada suaraku begitu sinis dan tajam.
“yang gila itu kamu tau!” nada sehun meninggi.
“dan hanya orang sinting yang mau berpacaran dengan yeoja yang sedikit-sedikit memerhatikan jam! Obsesimu itu sungguh nggak sehat!”
                Aku menatapnya, seakan tak tertarik. Kenapa ya, Manusia suka begitu? Sudah tau diri mereka salah, selalu saja mencari celah untuk melimpahkan kesalahan mereka pada orang lain. Apa memang pada dasrnya orang itu selalu merasa dirinya benar?.
Kalau mengikuti perasaan, ingin aku membentaknya balik. Tapi buat apa? Hatiku teriris mendengar kata-kata sehun. Aku memang sangat mencintai jam dan menyukai ketepatan waktu. Tapi kan dia tidak perlu menghinaku seperti itu? Aku berusaha menahan sakit. Berusaha keras agar wajahku tidak menampilkan luapan emosiku.
“kamu tau. Aku pacaran denganmu karena taruhan sama orang lain. Ingat namja-namjamu yang dulu? Yang Cuma tahan pacaran sama kamu paling lama satu bulan? Makannya kami bikin taruhan : kalau aku berhasil pacaran denganmu lebih dari tiga bulan, aku menang! Kamu tau apa hadiahnya? iPod terbaru! Asyik kan?” sosok Sehun dimataku berubah menjadi monster.
“aku akan mendengar lagu-lagu keren dengan hadiahku itu. Dan tentu saja aku dapat mentraktir Seoyeon kerestoran termahal! Mungkin juga membawanya ke café ini! Kamu harus tau Yunhi-ya, nggak ada namja yang benar-benar tertarik padamu! Kamu itu aneh! Psycho! Freak! Mana ada namja yang suka sama yeoja yang kemana-mana bawaannya segudang. Terus meluk-meluk beker segala? ”
                Aku tercekat, kepalku seakan berputar. Mendadak aku kehilangan kepercayaan diri. Sehun masih saja tertawa, membuat dadaku sesak.apa aku sebegitu rendahnya?aku tahu aku berbeda, tidak seperti yeoja kebanyakan. Aku terobsesi pada kerapian, keteraturan, dan ketepatan waktu. Aku memilih tidak berdandan atau mengikuti tren terbaru. Mungkin aku judes dan ketus. Tapi hanya sebatas itu.
Aku mungkin bukan orang yang sempurna, tapi apa ini berarti orang dapt mengejekku? Mataku memanas. Apa tadi kata-katanya? Sehun taruhan dengan teman-temannya mengenai aku? Apa memang tidak ada namja yang benar-benar menyukaiku tulus apa adanya? Apa selam ini semua namja yang mendekatiku tergiur iming-iming taruhan?
Sehun terpingkal-pingkal sambil mengangkat beker warisanku. Aku sedang kaget tidak dapat mencegahnya.
“dan benda sialan ini, kamu piker begitu keren dan antic. Kalu dijual dipasar loak juga mungkin langsung dijadikan besi rongsok!”
KRRRRRRRRRRRRRRRIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIINNNNNNNNNNNNNNGGGGGGGGGGGGG!
Bekerku mendadak bordering. Tepat ditelinga Sehun. Aku menaikan alis. Sebagian karena terkejut. Sebagian lagi karena senang. Sehun melemparkan beker serampangan. Aku tersentak. Sadar akan perbuatan destruktif sehun. Beker kesayanganku! Beker milikku!
                Aku bangkit, berusaha menangkap bekerku. Saying Sehun melemparnya terlalu jauh. Sesaat aku terpana, dapat membayangkan beker itu berkeping-keping, hancur.
Napasku tertahan saat seorang namja mengejar beker yang melayang-layang itu. Sesaat aku merasa seperti menyaksikan adegan slow motion. Saat jam itu tertangkap dengan selamat, aku menarik nafas lega. Perhatianku kembali kearah Sehun.
Dalam hati aku bersorak. Sehun benar-benar kena hokum karma, dibayar kontan! Bodoh orang yang yang berpendapat revenge is best served cold. It’s best served hot, honey!
                Sehun sempoyongan sambil menutup telinganya. Pandangan matanya tidak focus. Kemudian ia membuka telinganya. Menggeleng geleng. Tampak blank. Atau mungkin ia mengalami geger otak? Atau minimal geger gendang telinga karena bekerku tadi? Salah sendiri!
“sehun?” panggilku.
Sehun tidak tampak mendengar suaraku. Tubuhnya limbing, bergoyang seperti bandul jam kuno.
“sehun?” tanyaku dengan suara lebih keras.
Masih tidak ad reaksi. Mungkin pendengarannya terganggu. Hah! Baguslah! Dengarkanlah iPodmu sampai enek! Much good it will do to you!
                Aku memanggil pelayan yang takjub. Tapi senyum lebar trukir dibibirnya. Barangkali ia merasa terhibur dengan kisah drama kami barusan.
“pelayan, tolong bantu. Tauh dia di luar. Toh dia nggak mesen apa-apa kan? Atau kalu mas lagi baik hati, dudukin aja dia disudut. Mau panggilin ambulans atau dokter sukur, nggak juga biar sajalah. Jangan sampai ngerepotin. kamsahamnida”
Pelayan itu tampak terkejut. Dia tidak tahu kalau aku sama kagetnya. Nada suaraku begitu manis. Bahkan pake embel-embel terima kasih pula. Dia tampak mengusir Sehun , entah berkata apa, aku tidak mau ambil pusing.
                Aku membawa barang-barangku kearah namja yang tadi menangkap bekerku. Namja itu tampak sedang mengamati jam kesayanganku itu.
“agashi, sadar nggak, jamini lebih cepat tiga puluh detik? Saya sudah cek ke 103 tadi. Ngomong-ngomong  jamnya bagus banget. Antic tapi masih tangguh”
Aku melongo. Tentu saja! Aku punya alas an yang kuat!
  1. Ayolah! Berapa banyak sih, namja yang membuka percakapan dengan kata-kata ini?
  2. Aku tak pernah menemui orang yang begitu pedulinya pada waktu. Aku sampai mengecek lagi jamku. Namja itu benar! Memang terlalu cepat tiga puluh detik!
  3. Akhirnya aku menemukan namja yang dapat mengapresiasi jamku!
  4. Yang paling penting, DIA SUPER GANTENG! Dibandingkan dia, sehun sih seperti kadal disuruh nglawan naga.
“kamu suka jam itu?” tanyaku sekedar memastikan.
“suka sekali.”
“kenapa?”
“entah. Mungkin karena aku mengoleksi jam juga? Atau karena aku tipe yang mementingkan waktu?”
Aku menjilat bibir atasku perlahan. Namja ini menarik.
“namjamu?” namja itu menunjuk sehun yangs edang diseret pelayan.
“yang diseret atau yang menyeret?” tanyaku dengan deg-degan karena namja maksudku. Kalau jantungku berdetak lebih cepat karena habis olahraga sih sering. Namja itu memamerkan sederetan gigi yang putih kemilau. Aku dapat merasakan daya tariknya menguar, menjeratku, membuatku menahan nafas. Kurasakan getaran halus disekujur tubuh, membuatku siaga sekaligus terlena. Dan entah kenapa aku juga merasa dia juga naksir diriku.
Wow!
“lucu juga kamu. Ya yang diseret lah” namja itu mengisyaratkanku dengan tangannya agar duduk didepannya. Akupun duduk dengan senang hati.
Tanpa menoleh kearah Sehun, aku berkata, “ Bukan.”
“Park Chanyeol Imnida”
“Kim Yunhi Imnida, bangapta”
                Akhir yang menyenangkan bukan? Aku bisa tau kalau sehun nggak bener-bener saying sma aku dan aku udah nemuin namja yang jauh lebih baik darinya.
_END_

Mohon rcl nya,dan kalian boleh komen terserah. Mau ejekan atau cemohan buat aku atau pujian buat sang pengarang.
Thankssss J

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.